Senin, 13 Oktober 2014

Akan kah ku terus begini


بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Dalam kesederhanaan keadaan bukan berarti tiada usaha.  Daya upaya dan berbagai bentuk dan model usaha pernah dijalani serta dicoba, namun kesudahannya hanya sampai disini saja.  Maka setiap kali berjumpa dengan sanak kerabat pertanyaan yang meluncur dari bibir mereka adalah Sampai Kapan Kamu akan begini, wajar sih, itu karena mereka tak pernah melihat dan hadir dalam perjalanan dan pergelutan diri dalam berbagai model usaha.  

Dalam kesendirian di keheningan malam tak jarang diri terlarut dalam pemikiran akan berbagai bentuk usaha yang dilakoni oleh orang lain dan mereka menapaki kesuksesan yang gemilang.  Diri pun ingin mencoba namun seringkali terbentur, namun sesungguhnya tiada kata menyerah dalam diri.  


Ya, sungguh teramat manusiawi apabila setiap insan ingin beranjak dari keadaan diri bila itu berkenaan dengan hal yang nampak (material), juga ketika melihat kerabat yang seolah tidak beranjak dari keadaan.  Tak satupun dari mereka yang ingin hidupnya begitu begitu saja, karena mereka merasa malu bila tidak ada perkembangan yang dapat ditonjolkan dari dirinya.  Karena memang dunia nyata nampak dalam pandangan sehingga begitu mengiris ketika melihat hal yang ter lihat memilukan.


Akan tetapi...............suatu hari ketika sedang duduk di serambi sebuah masjid datang menghampir seorang kawan bersahaja, setelah bersalam dan bercakap beberapa waktu munculah sebuah pertanyaan yang seakan mirip sebagaimana pertanyaan para kerabat, yaitu Sampai kapan kamu akan begini, namun kali ini dalam konteks yang sama sekali berbeda.

Ketika kemudian saya tanyakan kepada sang kawan tentang maksud dari pertanyaannya maka dia pun memperincikan pertanyaannya, sampai kapan kamu akan begini saudaraku, semenjak engkau mengenal agama ini hingga kini shalat mu seakan sekedar berlalu, pemahaman akan agama mu hanya apa yang ada pada buku pelajaran sekolahmu, rasa syukur mu hanya cukup dengan lisan mu, tidak kah engkau ingin lebih dan lebih lagi dalam mengenal agama mu, mengenal yang menciptakan mu, mengenal yang memberikan mu rizki, memahami dan menikmati setiap gerakan dalam shalatmu, dan seterusnya dan seterusnya, atau kau cukupkan saja apa yang sudah kau jalani selama ini karena engkau sudah merasa cukup bekal untuk kembali kepada-NYA kelak...........
   

Kembali dalam hening gelap terlintas dalam fikir, bahwa sesungguhnya yang terjadi di muka bumi tidaklah lepas daripada kehendak Allah عزّ و جلّ maka sesungguhnya permasalahan dunia tinggalah kita menjalani saja, karena tidaklah semua terjadi bila memang belum waktunya.

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لا يَعْلَمُهَا إِلا هُوَ 
وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ 
وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfudz). [QS Al-An'am ayat 59]

Sebagaimana ayat diatas semua perkara sudah tertuliskan dalam sebuah kitab yang nyata, maka mengapa kita khawatir terhadap urusan dunia sementara kita sudah berusaha karena pada akhirnya tetap semua ditentukan oleh Allah  عزّ و جلّ  hal ini juga sejalan sebagaimana sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم



كتب الله مقادير الخلا ئق قبل أن يخلق السماوات زالأرض بخمسبن ألف سنة
“Allah telah menulis seluruh takdir seluruh makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya, kitab al-Qadar (no. 2653), dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, diriwayatkan pula oleh Tirmidzi (no. 2156), Imam Ahmad (II/169), Abu Dawud ath-Thayalisi (no. 557))


atau dalam sabda beliau yang lain
إن أول ما حلق الله القلم, قل له: أكتب! قل: رب وماذا أكتب؟ قل: أكتب مقادير كل شيء حتى تقوم الساعة
“Yang pertama kali Allah ciptakan adalah al-qalam (pena), lalu Allah berfirman, ‘Tulislah!’ Ia bertanya, ‘Wahai Rabb-ku apa yang harus aku tulis?’ Allah berfirman, ‘Tulislah takdir segala sesuatu sampai terjadinya Kiamat.'”(Shahih, riwayat Abu Dawud (no. 4700), dalam Shahiih Abu Dawud (no. 3933), Tirmidzi (no. 2155, 3319), Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah (no. 102), al-Ajurry dalam ­asy-Syari’ah (no.180), Ahmad (V/317), dari Shahabat ‘Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu)  


Maka kembali kepada pertanyaan sahabat diatas, menilik sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم  mengenai takdir maka  sesungguhnya yang perlu benar kita perhatikan adalah urusan kita setelah kiamat.  Sungguh benarlah pertanyaan kawan diatas, apa yang sudah diri ini persiapkan ....apakah diri ini akan tetap begini saja, apakah diri ini merasa sudah cukup dengan segala apa yang dilakukan selama di dunia ini....apakah hanya dunia ini saja urusan yang harus diperhatikan padahal itu termasuk hal yang ditentukan.....lantas bagaimana kah diri ini setelah yaumul akhir.....


Semenjak kecil Alhamdulillah sebagian kita telah terlahir sebagai pemeluk agama islam, ini karena bapak ibu serta kakek nenek kita adalah pemeluk agama islam.  Sehingga tiada sedikitpun upaya untuk lebih mengenal tentang agama islam apalagi untuk mengenal Allah عزّ و جلّ,  hal ini berbeda dengan para muallaf yang mereka mengenal islam melalui proses belajar, maka mereka akan terus belajar dan belajar hingga faham betul tentang agama ini.  Padahal Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda:


طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ على كل مُسْلِمٍ


“Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim.”

(Hadits sahih, diriwayatkan dari beberapa sahabat diantaranya:  Anas bin Malik, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ali bin Abi Thalib, dan Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu Anhum. Lihat: Sahih al-jami: 3913)


Maka Sampai kapan aku begini tidak mau belajar dan merasa cukup dengan segala apa yang selama ini sudah dikerjakan tidakkah ingin menambah dengan terus belajar dan belajar untuk lebih baik lebih baik lagi dalam menjalankan ketaatan ketaatan terhadap Allah عزّ و جلّ, apalagi apabila dengan menuntut ilmu itu merupakan jalan kita untuk menuju surga, sebagaimana Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
 
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فيه عِلْمًا سَهَّلَ الله له بِهِ طَرِيقًا إلى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang menempuh satu jalan untuk mendapatkan ilmu, maka Allah menudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR.Muslim:2699)


Wahai diri ku yang lemah, kuatkan dan bulatkan tekad untuk bangkit beranjak dari kestabilan tiada peningkatan dalan peribadatan kepada Allah عزّ و جلّ  capailah derajat yang lebih tinggi sebagai hamba.  Ingatlah bahwasannya pernah berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah: “Setiap amalan yang dilakukan seorang hamba yang tidak berbentuk ketaatan, ibadah dan amalan saleh maka amalan tersebut merupakan amalan yang batil, sebab dunia ini terlaknat dan terlaknat segala isinya kecuali sesuatu yang dilakukan karena Allah, meskipun amalan batil itu menyebabkan seorang meraih kepemimpinan dan harta, maka seorang pemimpin bisa menjadi Firaun, dan seorang yang gila harta bisa menjadi Qarun.(Majmu’ fatawa:8/76)








#renungan diri di malam sunyi seorang pendamba khusnul khotimah
wonoayu 19 dzulhijjah 1435 H  

Moh. Eko Subekti bin Sujitno bin Darmo Soemarto bin Khasan Mubari



untuk menyimak petuah bijak yang berkenaan dengan yang diatas silahkan klik berikut ini dari ustad DR Syafiq Reza Basalamah MA

untuk download secara audio tinggal klik yang ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar