Kamis, 22 Mei 2014

3. Di antara dua Pojok Sejarah ( SMP pertama di Surabaya )




Pada banyak sejarah yang tertulis, pada sekitaran tahun 1890 didirikanlah M.U.L.O (meer Ultgebreid Lager Onderwijs) Negeri yang pertama di wilayah Indonesia Bagian Timur, tepatnya jalan Praban No. 3 Surabaya.
Hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan lanjutan bagi lulusan HIS (Hollands Indlandse School), yang pada dasarnya tidak bisa melanjutkan ke H.B.S (harus dari E.L.S).
Pada saat itu terdapat empat tingkatan (kelas), yakni Voorklas, Kelas 1, Kelas 2 dan kelas 3. Namun demikian Voorklas tidaklah wajib, bagi siswa yang memiliki kemampuan bisa langsung masuk ke kelas 1. Meskipun MULO ini diperuntukan bagi para Inlander tetapi kenyataanya banyak kaum Nederlander dan Vreemde Oosterlingen lulusan E.L.S yang masuk, biasanya karena mereka tidak bisa diterima di H.B.S.
Sampai abad ke 19, sekolah lanjutan yang ada di Surabaya hanya ada dua sekolah Negeri untuk umum dan dua sekolah partikelir yang peruntukannya khusus.
Kedua sekolah negeri tersebut ialah H.B.S di Kebonrojo dan MULO Praban, sedang sekolah partikelirnya ialah : Katholieke MULO St. Aloysius (berdiri 1860) yang khusus untuk mendidik calon biarawati dan MULO Buys yang khusus untuk memenuhi kebutuhan pendidikan lanjutan bagi tenaga kerja industri-industri yang mulai berkembang di Jawa Timur (terutama pabrik-pabrik gula).


Ketika terjadi penyerbuan Jepang terhadap Hindia Belanda MULO Praban sempat ditutup beberapa saat, dan dibuka kembali setelah Jepang menguasai Indonesia dan mengganti namanya menjadi Dai Ichi Shooto Chuu Gakkoo atau SMP 1 Praban, yang menempati Gedung ex MULO dan ex ELS Boeteweg (Tanjunganom >> sekarang SMP 4).

Karena Guru-gurunya terkena dienstplicht maka sejak tahun 1938, MULO Ketabang digabung dengan MULO Praban, kedua gedung sekolah di atas dijadikan satu di Praban tiga.

Karena banyak Peminat yang tidak tertampung, akhirnya MULO Ketabang juga dibuka kembali sebagai Dai Ni Shooto Chuu Gakko atau SMP Negeri II Ketabang, dengan menempati gedungnya yang lama (Jl. Teratai).

 Sebagaimana halnya sekarang, SMP ini sudah terdiri atas 3 (tiga) tingkatan / Kelas. Murid-muridnya campuran, ada yang dari kelas 6 dan 7 HIS, dari Kelas atau Voorkals MULO, bahkan ada juga dari kelas VI SR pada Zaman Jepang, baik HIS (7tahun) maupun Vervolgschool (6 tahun) atau Kokumin Gakkoo.

Ketika Perang Asia Timur Raya mulai menghebat (tahun 1944), diadakanlah pemisahan murid-murid sekolah Menengah antara wanita dengan yang pria.
Murid-murid wanita dikumpulkan di SMP Ketabang (SMP II), sedang SMP II dipindahkan kegedung bagaian belakang Zusteran Darmo / Santa Maria.

Kemudian dibentuk Gakkutootai singkatan dari Gakkoo (sekolah) no Seito (murid) no Tai (Korps) atau Korps / kesatuan murid murid Sekolah.
Semua ada 3 Chuutai (SSK= Satuan Setingkat Kompi) :
yaitu
>>Dai Ichi Chuutai meliputi :
-Kooto chuu Gakkoo (SMT) + Dai Ni Schooto Chuu Gakkoo (SMP II),
>>Dai Ni Chuutai meliputi :
-Koogyo Gakkoo (ST), + Koogyo Senmon Gakkoo (STM),
>>Dai San Chuutai meliputi :
-Dai ichi Schooto Chuu Gakkoo (SMP I) + Taman Siswa + SKD (Sekolah Kerajinan Dagang) + SPRI (Sekolah Pertukangan Radio Indonesia).

Karena persiapan untuk menghadapi peperangan, maka baik Gakkutootai bersama dengan Seinendan dan Keibodan diberi pelajaran Kyoren (Olah Yuda). berkat Kyoren dan Kinroohoshi (kerja bakti) serta disiplin Jepang yang Keras dan Kehidupan yang serba susah/sulit/miskin itulah maka para pelajar ini tetap bias survive dalam menghadapi revolusi perang Kemerdekaan selama kurang lebih 5 (lima) tahun lamanya. Disisi lain, keadaan pengalaman-pengalaman tersebut juga mengubah jiwa merdeka serta sikap anti penjajah/perbudakan dan anti Jepang.

 Oleh para pelajar SMP I Praban hal ini dimanisfestasikan ke dalam gerakan anti gundul.
Pada waktu itu semua pelajar semua tingkat mulai SR sampai SMT harus gundul (seperti para Reitai San prajurit Jepang)

Protes ini mengakibatkan para pelajar SMP I Praban discors selama satu minggu, tetapi baru berjalan beberapa hari, oleh Syuschokan (resisden Jepang) diizinkan untuk memelihara rambut sepanjang maksimum 2 cm, agar tidak terkena heat-stroke sewaktu Kyoren.

Tetapi di dalam kenyataannya, pelajar-pelajar SMP 1 ini bersaing dalam memelihara rambut masing-masing. Hanya pelajar-pelajar Praban yang berani berbuat ini.

Beberapa waktu kemudian baru menyusul/berani meniru murid-murid dari SMT, pelajar-pelajar dari sekolah lainnya tetap taat gundul sampai Jepang kalah

Gokkutootai inilah yang merupakan cikal bakal dari TKR Pelajar yang dikemudian hari menjadi Trip-Brigade 17.


 Sebagai tindak lanjut dari Proklamasi Kemerdekaan, maka pada tanggal 23 Agustus 1945 oleh Badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia dibentuklah di seluruh Indonesia organisasi BKR (Badan Keamanan Rakyat)

Para pelajar Surabayapun tidak mau ketinggalan, dibentuklan BKR Pelajar yang terbagi dalam 4 (empat) kelompok :
- Rayon Darmo     : Terdiri dari Pelajar SMT + SMP II
- Rayon Sawahan  : Terdiri atas pelajar ST + STM
- Rayon Praban     : Terdiri atas Pelajar SMP I + Taman Siswa SKD +SPRI
- Rayon Herenstraat  : Kelompok Pelajar yang bertempat tinggal di sekitar Jembatan Merah

Kemudian dengan keluarnya maklumat pemerintah tanggal 25 September 1945 tentang perubahan Badan Keamanan Rakyat (BKR) menjadi Tentara Keamanan rakyat (TKR), maka BKR Pelajar juga berubah menjadi TKR Pelajar, dan terbagi / terdiri atas :
- Staf I  : Ex Dai ichi chuutai dengan + 150 anggota bermarkas di Jl. Darmo 49 (zusteran) dipinpin oleh Isman + Moelsoedjono
- Staf II  : Ex Dai Ni Chuutai dengan + 150 anggota bermarkas di Patua 2 (gedung ST) dipimpin oleh : Abdoelsyoekoer + Spemarto
- Staf III  : Ex Dai San Chuutai + 200 anggota bermarkas di Jl Praban 3 (Gedung SMP I) dipimpin oleh : Aniroen + Moh. Tohir
- Staf IV  : Ex BKR Rayon Herenstraat dengan + 20 anggota dipimpin oleh Soetojo + Ismail K

Istilah staf disini jangan diartikan secara administrative tetapi lebih mengacu pada system ketentaraan Jerman yang memakai kata staffe untuk suatu Corps seperti Schultz staffe (SS) disamping kesatuan Strum abteilung (SA)

Jadi TKR staf I sampai IV bukanlah merupakan kesatuan tempur, tetapi sikon yang membuatnya ikut bertempur.

  Khusus mengenai TKR Pelajar Staf III yang memiliki jumlah paling banyak dan bertempat yang sangat sentrum/strategis, memungkinkan kesatuan ini mampu bergerak mengikuti semua irama Revolusi dan Peristiwa Bendera di (Hotel Orange/Yamato), pengambilalihan lapangan terbang Morokrembangan, perampasan senjata dari gudang Don Bosco, Penyerangan Markas Kempetai sampai pertempuran 10 Nopember 1945.

Karena lokasinya yang strategis itu pulalah, ditunjang memiliki tempat/ruang yang memenuhi syarat, maka di gedung markas staf III itu juga diteken local/sekarang ruang guru dipakai untuk gudang senjata dan amonisi hasil rampasan dari tentara Jepang.

Tetapi ada juga sisi yang kurang menguntungkan, ialah menjadi sasaran penembakan dari meriam kapal (dari Tanjung Perak/Ujung). Masih untung yang terkena adalah gedung White Away (siola), tapi dari tembakan mortar tak urung jatuh juga korban, yaitu Sdr. Moeldjono.

Dalam 100 hari pertempuran/peristiwa-peristiwa yang terjadi seperti tersebut diatas, anggota TKR staff III yang gugur ialah:
  • Pak Isngadi-Guru Kyoren pada peristiwa Hotel Orange
  • Sdr. Ismoenandar klas IIID penyerang Kenpetai
  • Sdr. Soenarjo Klas IIIB penyerang Kenpetai
  • Sdr. Koestat murid SPRI penyerang Kenpetai
  • Sdr. Moeljono Klas IIIC pertempuran 10 Nopember 1945
Untuk kenangan bagi para pelajar TKR Pelajar dan guru-guru Kyoren yang telah gugur dalam pertempuran-pertempuran kota Surabaya itu, dibangun suatu prasasti di kompleks SMA Wijayakusuma dan peresmiannya dilakukan oleh Pangdam V Brawijaya, Mayjen Hartono pada tanggal 13 Nopember 1991.

Pada akhir Nopember 1945, markas TKR pelajar staf III ini terpaksa dikosongkan /ditinggalkan , karena kesatuan ini mundur hengkang keluar kota bersama kesatuan-kesatuan perjuangan lain.
Kota Surabaya diduduki/dikuasai oleh tentara sekutu/Belanda sampai akhir tahun 1949, dengan pemerintahan yang disebut “Recomba” “Regirings Commissarisvoor Bestuurs Aanggelegenheden”

dan  selama Pemerintahan Recomba itu (1946-1949), gedung praban ini dipakai lagi sebagai sarana pendidikan yaitu Herstel MULO dan MS. Salah seorang Alumnusnya yang tekenal sekarang ini : Prof. DR. Fuad Hasan ex Menteri P dan K.

 Setelah selesainya KMB (konferensi Meja Bundar) di Den Haag dan menjelang Pengakuan KedaulatanRI oleh Dunia Internasional (Januari1950), sekolah ini ditutup.
Murid-muridnya yang masih tertinggal, umumnya pindah ke sekolah tionghoa atau sekolah katholik (Santa maria & St. Louis), dan sampai kira-kira akhir tahun 1950 gedung praban 3 dipergunakan untuk menampung para Gerepatrierenden, yaitu para ex KNIL dan Keluarganya yang tidak bersedia menjadi TNI-AD, dan ingin pulang ke negeri kincir Angin menjadi Nederlands Onderdaan (WN Belanda)

Kemudian tahun 1951-1952 gedung ini dipakai oleh Nederlands Militaire Missie (NMM) untuk menyelenggarakan Applicatie Cursus Voor Zee Officieren dari ALRI, dibawah pimpinan Mayor Hunholzt.

Semua KASAL (Kepala Staf Angkatan Laut) RI dan Angkatan 45 pernah dididik disini.

Itulah sebabnya mengapa akhirnya SMP I kemudian berpindah menempati bekas gedung ELS di Jl. Pacar mulai tahun 1950 sampai sekarang.

Sedangkan SMP II menempati gedungnya di Jalan Kepanjen (mulai tahun 1952) bekas SMA Peralihan yang pindah ke gedung ex Christeliike MULO di Jl. Gentengkali 33 (sekarang Kanwil P dan K Jatim) yang kemudian menjadi SMA III.

Dan gedung SMP Praban baru kemudian (tahun 1953) dipakai lagi sebagai SMP III dan SMP IV (di sisi Tanjung anom) sampai sekarang.

 Dari 10 SMP Negeri yang ada di Kota Surabaya saat itu(SMP 1 sampai 10) hanya SMP Negeri 3 lah yang gedung sekolahnya bekas sekolah lanjutan (MULO), yang memiliki ruang-ruang khusus seperti : Ruang Ilmu Alam, Ruang Biologi, Ruang Gambar dan Bibliotheek. Tetapi ruang-ruang ini kemudian dijadikan ruang kelas dan ruang guru.

Sedang SMPN-SMPN lainnya gedungnya adalah bekas sekolah rendah/dasar yaitu ELS, HIS bahkan verlogschool : yang sesuai aturan Dept O & E (Belanda) dulu, baik areal maupun ruang-ruang kelasnya lebih kecil/sempit, juga jumlah ruangannya lebih sedikit.

Dan lagi, sejak zaman MULO (tahun 1939) sampai zaman Jepang (SMP I), karena dianggap kurang besar maka bekas ELS Boetteweg kemudian gedungnya digabungkan menjadi dengan MULO/SMP I Praban.
Tetapi kemudian (zaman RI) malah dianggap terlalu besar dan dijadikan 2 sekolah yaitu SMP 3 dan SMP 4 sampai sekarang.

demikianlah sedikit kisah tentang sekolah ku yang bisa ku sarikan dan ku bagikan disini












*)  disarikan dari www.id.wikipedia.org/wiki/SMP_Negeri_3_Surabaya

semoga manfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar