disusun sari katakan oleh :
Moh. Eko Subekti bin Sujitno bin Darmo Soemarto bin Khasan Mubari
Innal hamda lillahi, nahmaduhu wa nasta’inuhu wa nastaghfiruhu.
Sungguh segala puji adalah milik Allah , kita senantiasa memuja dan memuji-Nya, memohon pertolongan hanya kepada-Nya dan memohon ampun atas dosa-dosa yang kita lakukan.
Wa na’udzubillahi min suruuri anfusinaa wa min sayyi’ati a’malina.
Dan kita berlindung kepada Allah Tabaroka Ta'alla dari kejahatan jiwa kita dan keburukan amal perbuatan kita.
Man yahdihillahu fa laa yudhillalahu ma wan yudhlil fa laa haadiyalahu.
Barangsiapa diberi petunjuk Allah Subhanallahu Wata'alla maka tidak ada satu orang pun manusia yang dapat menyesatkan dia, beribu preman datang untuk menyesatkan dan memindahkan langkahnya dari jalan kebenaran langkahnya tidak akan tergerakkan, kecuali bila Allah mengijinkannya. Sebaliknya barangsiapa yang tersesat dalam kehidupan ini, maka tidak ada satu pun manusia yang dapat mengembalikan dia kepada hidayah kecuali Allah Ta'alla.
Oleh karena itu dalam setiap shalat kita, kita senantiasa memohon kepada Allah Tabaroka Wata'alla dengan mengucapkan اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ tunjukkan kepada kami ya Allah bimbinglah kami kepada jalan yang lurus.
Karna kita memang tak pernah tahu, apakah kini tatkala kita sedang dalam kondisi iman yang baik sementara nanti sore, sebagian dari kita sudah tidak lagi beriman. Oleh karena itu, ingatlah sabda Rasulullah -صلى الله عليه وسلم :
" بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ
يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا أَوْ يُمْسِى مُؤْمِنًا
وَيُصْبِحُ كَافِرًا"
Bersegeralah kalian untuk beramal, sebelum datang fitnah-fitnah yang seperti potongan gelapnya malam. (karena dahsyatnya fitnah tersebut) sehingga di pagi hari seorang itu mukmin, dan di sore harinya sudah kafir. Dan (adapula) yang di sore hari dia mukmin, lalu di pagi harinya dia kafir.......
(HR. Muslim no. 328 dari Abu Hurairah)
Oleh karena itu marilah kita senantiasa memohon kepada Allah agar kita di tetapkan dalam agama-Nya.
Asyhadu anla ilaaha illAllah wah dahu lasyarikallah Wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa Rasuulullah Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah tidak ada yang pantas mendapatkan pengabdian kita tiada yang layak mendengar do'a dan rintihan kita selain Allah semata, Dia Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul-Nya, yang diutus ke muka bumi ini untuk menancapkan pilar-pilar Tauhid dan mengajarkan kepada umat syariat Allah. Semoga shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada beliau Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti beliau dengan baik hingga hari kiamat kelak.
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Pernahkah mendengar istilah dari negeri barat, bahwa hari perkawinan adalah hari dimana cinta mulai dikubur ?
Istilah tersebut kini mulai diadaptasi oleh masyarakat kita, bagaimana bisa....?
Inilah yang terjadi bila perkawinan diawali dengan proses pacaran, dimana pada awal pacaran cinta begitu menggebu sehingga dunia serasa milik berdua dan semakin hari cinta semakin menggebu karena yang terlihat selalu kebaikan kebaikan dari calon pasangan. Namun begitu menginjak hari perkawinan realita kehidupan mulai nampak, bagaimana pasangan kita jadi kelihatan jelek saat bangun tidur, bagaimana pasangan kita tidak selalu harum, bagaimana sekarang yang sudah tidak bisa seharian selalu bersama karena sudah harus bekerja masing-masing, bagaimana yang kini dunia sudah tidak milik berdua lagi karena sudah mulai ada anak. Akhirnya jadi nampak benar dan wajar bahwa pernikahan adalah awal dari penguburan cinta.
Lantas apa tidak ada pacaran dalam Islam, ada siapa yang bilang tidak ada namun bila rasa itu mulai muncul maka segeralah menikah dulu baru berpacaran sebagaimana Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah bersabda,
“Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan.” (HR. Ibnu Majah no. 1920 dari Ibnu Abbas, oleh Syaikh Al Albany dikatakan shohih).
Jadi bila mulai timbul rasa suka segera lah menikah, baru sesudahnya berpacaran. Maka istilahnya adalah Awal pernikahan adalah awal persemaian cinta bukannya penguburan. Ibnul Qayyim berkata, ”Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram
dan merusak cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap
saling membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya telah merasakan kelezatan
dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan timbul keinginan lain yang belum diperolehnya.”
Dan ketika semua sudah didapatnya maka jadi wajarlah semangat mencinta dan bercinta jadi memudar, dan jadi semakin nyatalah masa penguburan cinta di awal pernikahan.
Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda “Barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagaikan kebiri.”
(HR. Bukhari dan
Muslim)
Namun menikah, bukanlah perkara mudah akan tetapi itu bagaimanapun jua harus dijalani Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kita -dengan sabdanya-
untuk menikah dan mencari keturunan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Abu Umamah Radhiyallahu anhu:
تَزَوَّجُوْا فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَـامَةِ، وَلاَ تَكُوْنُوْا كَرَهْبَانِيَّةِ النَّصَارَى.
"Menikahlah, karena sesungguhnya aku akan membangga-banggakan jumlah kalian kepada umat-umat lain pada hari Kiamat, dan janganlah kalian seperti para pendeta Nasrani."
Dan menikah juga merupakan Sunnah para Rasul sebagaimana At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Ayyub Radhiyallahu anhu, ia menuturkan
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَرْبَعٌ مِنْ سُـنَنِ الْمُرْسَلِيْنَ: اَلْحَيَـاءُ، وَالتَّعَطُّرُ، وَالسِّوَاكُ، وَالنِّكَاحُ.
"Ada empat perkara yang termasuk Sunnah para Rasul: rasa-malu, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah."
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan kita untuk menikah,
sebagaimana diriwayat-kan oleh al-Bukhari dari ‘Abdullah bin Mas’ud
Radhiyallahu anhu. Ia menuturkan: "Kami bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam sebagai pemuda yang tidak mempunyai sesuatu, lalu beliau
bersabda kepada kami:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ،
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
'Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng).'"
Begitupun menikah bisa menjadi jalan guna mendapatkan pertolongan Allah, sebagaimana At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ: اَلْمُكَـاتَبُ الَّذِي يُرِيْدُ
اْلأَدَاءَ، وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ الْعَفَافَ، وَالْمُجَاهِدُ فِي
سَبِيْلِ اللهِ.
"Ada tiga golongan yang pasti akan ditolong oleh Allah; seorang budak yang ingin menebus dirinya dengan mencicil kepada tuannya, orang yang menikah karena ingin memelihara kesucian, dan pejuang di jalan Allah."
Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
مَنْ وَقَاهُ اللهُ شَرَّ اثْنَيْنِ وَلَجَ الْجَنَّةَ: مَـا بَيْنَ لَحْيَيْهِ، وَمَـا بَيْـنَ رِجْلَيْهِ.
"Barangsiapa yang dipelihara oleh Allah dari keburukan dua perkara, niscaya ia masuk Surga: Apa yang terdapat di antara kedua tulang dagunya (mulutnya) dan apa yang berada di antara kedua kakinya (kemaluannya)."
Dan yang terpenting adalah menikah merupakan separuh dari kesempurnaan dalam beragama, sebagaimana yang diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا تَزَوَّجَ الْعَبْدُ، فَقَدِ اسْـتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّيْـنِ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِيْمَـا بَقِيَ.
"Jika seorang hamba menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya; oleh karena itu hendaklah ia bertakwa kepada Allah untuk separuh yang tersisa."
Kemudian bagaimanakah pernikahan itu harus dijalani, maka sebaik-baiknya contoh dan teladan adalah ada pada diri Rasulullah صلى الله عليه وسلم , sebagaimana disampaikan Allah Subhanallahu Wata'ala
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ
أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ
وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”.
(QS: Al Ahzab [33] : 21).
Lihat saja bagaimana Aisyah ra. terharu saat ditanya tentang kenangannya bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang paling mengagumkan. Istri kesayangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam itu menjawab dengan penghayatan yang begitu dalam :
Kaana kullu amrihi ‘ajaba (Semua tentangnya menakjubkan !).
Seolah-olah Aisyah ra berbalik bertanya : “ Manakah dari pribadi beliau yang tidak mengagumkan ? “.
Begitu romantisnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam hingga
Aisyah tidak bisa melukiskannya dengan kata-kata selain menakjubkan.!
Apa saja sih yang biasa dilakukan Beliau صلى الله عليه وسلم terhadap istri-istrinya.......
Beliau adalah sosok yang romantis dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam telah menegaskan secara khusus
pada umatnya untuk berlaku romantis pada pasangannya. Beliau bersabda : “Sesungguhnya
orang yang terbaik di antara kamu adalah yang paling baik terhadap
istrinya. Dan aku adalah yang terbaik pada istri dari kamu sekalian “. (HR Tirmidzi & Ibnu Hibban)
Memanglah perselisihan dan persinggungan adakalanya terjadi, namun komunikasi haruslah tetap terjalin dan itulah salah satu kunci agar kapal dapat berjalan menembus ombak kehidupan. Maka bila ada suatu masalah maka lekaslah diselesaikan, jangan didiamkan dipendam yang akhirnya menjadi terpupuk semakin lama semakin subur dan membesar yang mengakibatkan meledaknya biduk.
Bila ada salah satu yang terlihat memendam masalah maka salah seorang haruslah mencari cara agar suasana mencair, lihatlah uswah kita tercinta Nabi saw ketika menghadapi Aisyah radhiyallahu 'anha marah, maka beliau biasa memijit-menjepit hidung ‘Aisyah jika ia marah dan beliau berkata, Wahai ‘Aisyah, bacalah do’a: “Wahai
Tuhanku, Tuhan Muhammad, ampunilah dosa-dosaku, hilangkanlah kekerasan
hatiku, dan lindungilah diriku dari fitnah yang menyesatkan.” (HR. Ibnu Sunni).
Akhir kata saya cuma ingin sampaikan Syarat untuk menjadi terbaik, adalah harus berbuat baik terlebih
dahulu kepada istri. Dan berbuat baik itu luas dan banyak peluangnya, dari
yang sekedar tersenyum, meremas jari tangan, memijit dan mengusap bahkan hingga merawat
pasangan kita saat sakit sekalipun.
Subhanallah, bermesraan dengan istri
itu membahagiakan hati dan menghapus segala gundah. Dan ternyata bukan
itu saja, Islam juga menjadikan kebaikan, kemesraan, dan romantisnya
seseorang terhadap pasangannya sebagai ladang pahala, bahkan kunci surga
di akhirat kelak.
Apakah maksud kunci surga itu ? Semoga dua hadits di
bawah ini cukup bisa memberi jawaban bagi kita.
Dari Hushain bin Muhshan bahwa bibinya datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, lalu beliau bertanya kepadanya, “ Apakah engkau mempunyai suami ? Dia menjawab ;”Punya”, Beliau bertanya lagi: ”Bagaimana sikapmu terhadapnya ? “ Dia menjawab, “ aku tidak menghiraukannya, kecuali jika aku tidak mampu “. Maka beliau bersabda : “ Bagaimanapun engkau bersikap begitu kepadanya ? Sesunggguhnya dia adalah surga dan nerakamu) (HR Ahmad) . Juga diriwayatkan dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah bersabda : “Siapapun wanita yang meninggal dunia sedangkan suaminya dalam keadaan ridha kepadanya, maka ia masuk surga “ (HR. Hakim & Tirmidzi)
Ternyata, istri bisa masuk surga karena suami, begitu pula sebaliknya. Kalau masuk neraka ? Wal iyyadzh billah. Walhasil, seharusnya visi awal sebuah pernikahan adalah bagaimana menjadikan pasangan kita salah satu kunci-kunci surga bagi kita. Karena masuk surga itu penting, tapi lebih penting lagi masuk surga rame-rame dengan orang-orang yang kita cintai dan mencintai kita. Apakah bisa disebut bahagia jika kita menyaksikan orang-orang yang kita cintai dalam keadaan menderita ? Tidak sekali-sekali tidak.
Wallahu'alam
Sekali lagi akkhirul kalam saya ucapkan Syukran katsiran kepada ikhwah fillah.. Atas kunjungannya ke situs blog saya semoga apa yang sebenarnya untuk belajar diri pribadi
dan dibawah ini ada nasehat dari Al Ustadz Dr.Syafiq Reza Basalamah, MA حفيظ الله
silahkan di klik bisa di dengar atau download....
nasehat pernikahan
♥♥♡♡♡♥♥♡♡♡♥♥♡♡♡♥♥♡♡♡♥♥.
⌣̊┈»̶·̵̭̌✽✽·̵̭̌«̶┈⌣̊
Tidak ada komentar:
Posting Komentar