Selasa, 02 September 2014
mengenal WALISONGO
Jejak awal penyebaran Islam di tanah Jawa
Banyak yang mengenal dan hafal nama-nama walisongo, serta meyakini bahwa merekalah penyebar agama islam di tanah jawa ini. Benar, memang benar dan tidak salah, tapi alangkah bijaknya bila kita mengetahui dari awal perjalanan bagaimana Islam mulai dikenalkan di tanah Jawa ini.
Karena kekayaan akan aneka macam rempahnya maka jawa termasuk yang paling banyak dikunjungi saudagar dari berbagai manca negara, dan diantaranya adalah dari Gujarat (India). Berdasarkan kitab Kanzul Ulum karya Ibnul Bathuthah inilah dikatakan bahwa para saudagar dari Gujarat tersebut yang melapor kepada Sultan Turki Muhammad I bahwa pemeluk agama islam di tanah jawa masihlah sangat sedikit. Dan sebagai tindak lanjutnya, maka Sultan Muhammad I membentuk tim yang terdiri Sembilan Orang untuk berangkat dan mengenalkan tentang islam di tanah jawa.
Mereka adalah :
1. Maulana Malik Ibrahim berasal dari Turki, beliau adalah ahli dalam bidang irigasi dan tata pemerintahan.
2. Maulana Ishaq dari Samarkan, merupakan seorang yang ahli dalam bidang pengobatan.
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro berasal dari Mesir
4. Maulana Muhammad Al Maghrobi dari Maroko
5. Maulana Malik Isro'il berasal dari Turki, merupakan ahli pemerintahan.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar dari Iran, yang juga ahli dalam pengobatan.
7. Maulana Hasanudin dari Palestina
8. Maulana Aliyuddin juga dari Palestina
9. Syekh Subakir dari Iran, yang merupakan ahli dalam bidang kemasyarakatan.
Keberangkatan dan kedatangan mereka bersembilan ke tanah jawa saat itu adalah sangat tepat, karena saat itu Majapahit yang sedang berkuasa pun sedang dilanda perang saudara (perang paregreg) sehingga kehadiran mereka tidak begitu menarik perhatian penguasa.
yang perlu diketahui adalah, walaupun jumlah mereka sembilan namun Sultan Muhammad I tidak pernah menyebut atau menamai mereka sebagai Walisongo atau wali sembilan ataupun sembilan wali dan dalam bidang keagamaan mereka belumlah terlalu mumpuni, jadi bisa dikatakan mereka sebagai pembuka jalan atau awalan.
Pada tahun 1421 M ditunjuklah Ahmad Ali Rahmatullah dari Champa sebagai penerus Maulana Malik Ibrahim guna memimpin penyebaran agama islam di tanah Jawa. Beliau adalah keponakan dari Maulana Ishaq, dan beliau merupakan putra dari Ibrahim Asmarakandi menantu dari raja Champa. Penunjukan atas diri Ahmad Ali Rahmatullah adalah sangat tepat selain ilmu agamanya yang lebih mumpuni, bibi beliau adalah istri dari putra mahkota Majapahit. Sehingga sangat diharapkan dapat mengajak prabu Kertawijaya memeluk agama islam, atau setidaknya tidak menghalangi penyebaran agama islam di tanah jawa. Mengenai dialog antara Ahmad Ali Rahmatullah dan prabu Kertawijaya yang berisi ajakan untuk memeluk agama islam adalah sebagai mana tertulis dalam kitab Walisana dengan langgam sinom pupuh IV bait 9 - 11 dan 12 - 14.
Karena masih masuk sebagai kerabat istana, maka Ahmad Ali Rahmatullah sering dipanggil dengan sebutan raden atau tepatnya Raden Rahmat yang kemudian oleh raja Majapahit diberikan kekuasaan atas wilayah Ampeldento yang kemudian dijadikan sebagai pesantren dan basis penyebaran agama islam. Dari sinilah kemudian Raden Rahmat atau Ahmad Ali Rahmatullah kemudian mendapat sebutan sebagai Sunan Ampel [menurut Widji Saksono{1995 : 23 - 24}].
Kedatangan Raden Rahmat ke tanah jawa tidaklah sendirian, beliau disertai oleh dua pemuda bangsawan yang memiliki ilmu agama yang baik, selain itu beliau juga diikuti oleh 40 orang pengawal. Kedua pemuda bangsawan tersebut adalah Raden Santri Ali yang kemudian dikenal sebagai Sunan Gresik dan Alim Abu Hurairah yang kemudian lebih dikenal sebagai Sunan Majagung, kedua pemuda ini pada akhirnya bermukim di Gresik.
Pada Tahun 1435 M ketika Maulana Malik Isro'il dan Maulana Muhammad Ali Akbar wafat, para anggota dewan yang tersisa mengajukan permohonan kembali kepada kesultanan Turki untuk dikirimkan penggantinya, namun kali ini mereka meminta agar yang dikirimkan setidaknya memiliki ilmu agama lebih mendalam dari yang sebelumnya.
Maka pada tahun 1436 M dikirimkanlah dua orang juru dakwah pengganti, yaitu :
1. Sayyid Ja'far Shodiq dari Palestina, pada akhirnya beliau bermukim di Kudus dan kemudian dikenal sebagai Sunan Kudus.
Dalam buku babad Demak karya Atmodarminto (2001) disebutkan, bahwa Sayyid Ja'far Shodiq adalah satu-satunya anggota dewan walisongo yang paling menguasai ilmu fiqih.
2. Syarif Hidayatullah dari Palestina, beliau adalah seorang ahli perang.
Menurut buku Babad tanah Sunda babad Cirebon karya PS Sulendraningrat (tanpa tahun) Syarif Hidayatullah adalah cucu prabu Siliwangi dari Pajajaran, hasil dari pernikahan Rara Santang dan Sultan Syarif Abdullah dari Mesir.
Pada akhirnya Syarif Hidayatullah bemukim di Cirebon dan dikenal sebagai Sunan Gunung Jati .
Seiring berjalannya waktu para anggota sembilan utusan kesultanan Turki yang pertama mulai habis, setelah wafatnya Maulana Malik Ibrahim, Maulana Malik Isro'il, Maulana Muhammad Ali Akbar kemudian tahun 1462 disusul oleh Maulana Hasanudin dan Maulana Aliyuddin serta kembalinya Syekh Subakir ke Persia dan perginya Maulana Ishaq untuk berdakwah ke Pasai, maka para anggota dewan yang tersisa seperti saat sebelumnya menggantikan empat terakhir yang berkurang dengan empat anggota baru. Namun untuk kali ini mereka tidak lagi meminta bantuan atau dukungan dari kesultanan Turki, namun menunjuk dari kalangan sendiri yang sebagian adalah asli bangsa pribumi.
Mereka berempat itu adalah :
1. Raden MAKHDUM IBRAHIM, putra Sunan Ampel yang bermukim di desa Mbonang, Tuban. Selanjutnya dikenal dengan nama SUNAN MBONANG atau Sunan Bonang.
2. Raden QOSIM, putra Sunan Ampel yang bermukim di lamongan dan dikenal dengan nama SUNAN DRAJAT.
3. Raden PAKU, putra Maulana ISHAQ yang bermukim di Gresik dan selanjutnya dikenal dengan nama SUNAN GIRI.
4. Raden Mas SAID, putra Adipati Tuban yang bermukim di Kadilangu, Demak. Selanjutnya dikenal dengan nama SUNAN KALIJOGO.
Mulai saat itu dan selanjutnya penggantian anggota dewan diambilkan dari kalangan sendiri yang sudah dididik ilmu agama secara baik, sehingga pada akhirnya mulai banyak dari pribumi sendiri yang menjadi anggota dewan. Nampaknya bersamaan dengan itu, orientasi ajaran islam mulai berubah yaitu dari Arab Sentris menjadi Islam Kompromistis. Dan pada saat itulah tubuh walisongo mulai terbelah antara kelompok futi`a dan aba`ah atau putihan dan abangan, barangkali pada saat itu pulalah muncul istilah Walisongo. Isi kitab walisana yang ditulis oleh Sunan Giri pun yang ditulis pada awal abad 16 banyak berbeda dengan buku-buku sunan Mbonang yang masih menjelaskan ajaran Islam yang murni.
Demikianlah sekelumit perjalanan penyebaran agama islam di tanah jawa yang dimulai dari sembilan utusan dari kesultanan Turki yaitu
1. Maulana Malik Ibrahim
2. Maulana Ishaq
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro
4. Maulana Muhammad Al Maghrobi
5. Maulana Malik Isro'il
6. Maulana Muhammad Ali Akbar
7. Maulana Hasanudin
8. Maulana Aliyuddin
9. Syekh Subakir
dilanjutkan oleh Sembilan Wali atau Walisongo yaitu
1. Sunan Ampel
2. Sunan Gresik
3. Sunan Majagung
4. Sunan Kudus
5. Sunan Gunung Jati
6. Sunan Bonang
7. Sunan Drajat
8. Sunan Giri
9. Sunan Kalijogo
Pada masa Walisongo tersebut masih terdapat dua nama dari angkatan pertama yang masih hidup yaitu Maulana Ahmad Jumadil Kubro dan Maulana Muhammad Al Maghrobi, beliau berdua diperkirakan wafat sekitar tahun 1465 M.
Pada tahun 1466 M karena dirasa kurang maka anggota dewan menambahkan lagi dua anggota baru ke dalam jajaran anggota dewan, yaitu
1. Raden FATAH, putra Raja Majapahit Brawijaya V yang saat itu merupakan Adipati Demak.
2. FATHULLAH KHAN, putra Sunan Gunung Jati yang dimaksudkan untuk membantu tugas ayahandanya yang sudah berusia lanjut.
dan karena pimpinan dewan Sunan Ampel dianggap telah lanjut usia maka pimpinan dewan diserahkan kepada Sunan Giri.
Dan pada tahun 1478 M ketika Raden Fatah dinobatkan sebagai Sultan Demak Bintoro maka anggota dewan pun dilakukan perombakan ulang, apalagi saat itu Sunan Gunung Jati telah lengser karena faktor usia. Nama nama yang kemudian masuk dalam jajaran dewan adalah :
1. Raden UMAR SAID, putra Sunan Kalijogo yang kemudian lebih dikenal sebagai SUNAN MURIA.
2. Sunan PANDANARAN, murid Sunan Kalijogo yang bermukim di Tembayat, juga dikenal sebagai SUNAN TEMBAYAT.
Menurut kitab walisana karya Sunan Giri, status Sunan Muria dan Sunan Padanaran hanya sebagai wali penerus atau wali nubuah atau wali nukbah. Dan kitab walisana juga sama sekali tidak pernah menyebut nama Fathullah Khan sebagai anggota walisongo, barangkali hal itu terjadi karena begitu diangkat menjadi anggota walisongo, Fathullah Khan langsung disebut sebagai Sunan Gunung Jati seperti sebutan untuk ayahandanya.
Wallahu'alam
Demikianlah sedikit kisah sejarah yang bisa saya bagikan disini, semoga bisa bermanfaat untuk saya pribadi dan pengunjung blog catatan pribadi saya ini umumnya.
Dan dibawah ini juga saya sertakan link kajian Bersikap bijak pada ajaran Walisongo yang disampaikan oleh beliau Al-Ustadz Abu Ahmad Zainal Abidin, Lc
- Bersikap bijak pada ajaran Walisongo 1
- Bersikap bijak pada ajaran walisongo 2
seperti biasa jangan lupa klik kanan dan pilih save link like ass....untuk download.
saya Moh. Eko Subekti bin Sujitno bin Darmo Soemarto bin Khasan Mubari
Mohon maaf bila sekiranya ada yang tidak berkenan, tulisan ini disusun ulang dari
E.A. Indrayana
Pemerhati Sejarah Kerajaan Jawa
Tinggal di Bekasi
dengan Pustaka :
o Hasanu Simon, 2004, Peranan Walisongo Dalam Mengislamkan Tanah Jawa Dalam Misteri Syekh Siti Jenar, Pustaka Pelajar, Jogjakarta.
o Sulendraningrat, 1984, Babad Tanah Sunda Babad Cirebon.
o Asnan Wahyudi dan Abu Khalid MA, tanpa tahun, Kisah Walisongo, Karya Ilmi, Surabaya.
o Widji Saksono,1995, Mengislamkan Tanah Jawa:Telaah atas Metode Dakwah Walisongo,Penerbit Mizan, Bandung.
o Atmodarminto, R., 2000, Babad Demak;Dalam Tafsir Sosial Politik Keislaman dan Kebangsaan, terjemahan Saudi Berlian, Millenium Publisher, Jakarta. (© Banyu Mili 2009) Selesai.
dari moslem sunnah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar