dicoba salin bagikan ulang oleh
Moh. Eko Subekti bin Sujitno bin Darmo Soemarto bin Khasan Mubari
بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Terkadang kita kebingungan kapan sajakah sebenarnya doa itu akan terkabulkan, sehingga kita bisa memanfaatkan momen tersebut. Perlu untuk diketahui bersama bahwa ketika berbuka puasa itu adalah salah satu waktu terkabulnya do’a.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﻻَ ﺗُﺮَﺩُّ ﺩَﻋْﻮَﺗُﻬُﻢُ ﺍﻹِﻣَﺎﻡُ ﺍﻟْﻌَﺎﺩِﻝُ
ﻭَﺍﻟﺼَّﺎﺋِﻢُ ﺣِﻴﻦَ ﻳُﻔْﻄِﺮُ ﻭَﺩَﻋْﻮَﺓُ ﺍﻟْﻤَﻈْﻠُﻮﻡ
ِ
“Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak :
(1) Pemimpin yang adil,
(2)Orang yang berpuasa ketika dia berbuka,
(3) Do’a orang yang terdzolimi.”
(HR. Tirmidzi no. 2526 dan Ibnu Hibban 16/396.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Ketika berbuka adalah waktu terkabulnya do’a karena
ketika itu orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya
dalam keadaan tunduk dan merendahkan diri.
(Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7/194)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma diriwayatkan, bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika berbuka beliau membaca do’a berikut ini,
ﺫَﻫَﺐَ ﺍﻟﻈَّﻤَﺄُ ﻭَﺍﺑْﺘَﻠَّﺖِ ﺍﻟْﻌُﺮُﻭﻕُ ﻭَﺛَﺒَﺖَ
ﺍﻷَﺟْﺮُ ﺇِﻥْ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ
“Dzahabadh zhoma’u wabtallatil
‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah
(artinya: Rasa haus telah hilang dan
urat-urat telah basah, dan pahala
telah ditetapkan insya Allah) ”
(HR. Abu Daud no. 2357. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Lantas bagaimanakah dengan do’a berbuka yang selama ini sudah umum dan tersebar di tengah-tengah kaum muslimin, yaitu doa
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻟَﻚَ ﺻُﻤْﺖُ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺭِﺯْﻗِﻚَ ﺃَﻓْﻄَﺮْﺕ
ُ
“Allahumma laka shumtu wa ‘ala
rizqika afthortu (Ya Allah, kepada-
Mu aku berpuasa dan kepada-Mu
aku berbuka) ”
Doa diatas diambil dari Riwayat yang dikeluarkan oleh Abu Daud dalam sunannya no. 2358, dari Mu’adz bin Zuhroh. sedangkan Mu’adz adalah seorang tabi’in.
Sehingga hadits ini mursal (di atas tabi’in terputus).
Hadits mursal merupakan hadits dho’if karena sebab sanad yang terputus.
Syaikh Al Albani pun berpendapat bahwasanya hadits ini dho’if.
(Lihat Irwaul Gholil, 4/38)
Hadits yang semacam ini juga dikeluarkan oleh Ath Thobroni dari Anas bin Malik.
Namun sanadnya terdapat perowi dho’if yaitu Daud bin Az Zibriqon, di adalah seorang
perowi matruk (yang dituduh berdusta).
Berarti dari riwayat ini juga dho’if.
Syaikh Al Albani pun mengatakan riwayat ini dho’if.
(Lihat Irwaul Gholil, 4/37-38)
Di antara ulama yang mendho’ifkan hadits semacam ini adalah Ibnu Qoyyim Al Jauziyah. (Lihat Zaadul Ma’ad, 2/45)
Maka dapat disimpulkan, bahwasannya do’a “Allahumma laka shumtu …”
berasal dari hadits hadits dho’if (lemah).
Sehingga cukup do’a shahih yang tersebutkan di atas yang hendaknya
jadi pegangan dalam amalan.
Semoga sajian singkat ini bermanfaat.
ditulis 3 Ramadhan 1435 H
01 Juli 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar